THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Kamis, 07 Agustus 2008

IDENTIFIKASI BUDAYA ETNIK USING DALAM TUTURAN INTERAKTIF DI LINGKUNGAN MASYARAKAT USING BANYUWANGI

Etnik Using adalah suku asli Banyuwangi yang secara emosional terikat dan menjunjung tinggi budaya Using. Dalam pandangan Holmes (2001:175), mereka adalah sekelompok orang yang berada dalam satu kesatuan sosial yang memiliki bahasa, tradisi budaya, dan sejarah yang membedakannya dengan etnik-etnik lainnya. Sebagai satu kesatuan sosial, mereka memiliki kesamaan norma, nilai, simbol, kepercayaan, dan praktik budaya (Barker, 2004:201) dan secara bersama-sama menempati wilayah tertentu sehingga membentuk masyarakat yang disebut masyarakat Using.
Masyarakat Using dalam kehidupan sehari-hari selalu berinteraksi dengan lingkungannya dengan menggunakan sistem adat yang berlangsung secara kontinyu dan terikat oleh rasa identitas bersama dalam kesatuan sosialnya (Koentjaraningrat, 1990). Mereka menghadapi tantangan dan rangsangan dari lingkungan, termasuk tantangan dan rangsangan dari sumber-sumber daya alam. Dalam menjawab tantangan dan rangsangan ini, mereka secara individual ataupun kolektif mengembangkan budaya dan memanfaat-kannya sebagai pedoman beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat kelompok-kelompok atau lapisan-lapisan sosial yang memiliki struktur, kekuatan, dan cita rasa kehidupan yang cenderung bervariasi. Perbedaan ini mengakibatkan timbulnya strategi adaptasi yang berbeda-beda yang dilakukan oleh setiap komunitas itu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Keberagaman pola dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh beragam komunitas tercermin dan terpantul dalam berbagai karya budaya yang dihasilkannya. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa keberagaman lagu daerah Banyuwangi mencerminkan keberagaman strategi adaptasi komunitas Using dalam memenuhi tuntutan lingkungannya.
Etnik Using merupakan masyarakat tutur yang dalam kesehariannya menggunakan bahasa Using dalam komunikasi sesama etniknya. Sebagai satu kesatuan sosial, masyarakat tutur beretnik Using ini dibangun oleh sejum-lah komunitas sosial yang memiliki struktur, kekuatan, dan cita rasa kehidupan yang cenderung bervariasi. Hal ini mengakibatkan timbulnya bentuk dan pola strategi adaptasi yang khas di antara komunitas tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Keberagaman pola dan strategi adaptasi dari komunitas-komunitas tersebut tercermin dan terpantul dalam keberagaman lagu yang dituturkannya. Ini mengindikasikan bahwa keberagaman lagu daerah Banyuwangi mencerminkan keberagaman budaya dan ciri komunitas pendukungnya. Karena itu, untuk memahami dan menafsirkan makna tuturan lagu, diperlukan pemahaman konteks sosial budaya dan ciri komunitas penuturnya.
Etnik Using adalah sekelompok penutur yang berasal dari suku asli Banyuwangi. Individu-individu yang merupakan anggota komunitas Using ini disebut wong Using. Dilihat persebarannya dalam kehidupan bermasyarakat, wong Using sebagian hidup dalam satu kesatuan sosial etnik Using dan sebagian lainnya hidup berdampingan dengan etnik lain. Etnik lain yang dominan di wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah suku Jawa yang disebut wong Kulonan, suku Madura yang disebut wong Meduro, suku Bali yang dikenal wong Bali. Dalam menjalankan praktik budaya di kalangan komunitasnya, wong Using umumnya menggunakan bahasa Using, tetapi jika berkomunikasi dengan etnik lain, mereka menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia.
Jumlah penduduk kabupaten Banyuwangi pada tahun 2004 sebanyak 1.557.436 jiwa, dengan rincian 1.121.953 jiwa penduduk pribumi dan 435.483 jiwa penduduk nonpribumi. Penduduk pribumi terdiri atas wong Using, wong Kulonan, wong Meduro, wong Bali, dan pendatang dari daerah lainnya, sedangkan penduduk nonpribumi adalah sebagian besar orang Cina, dan sebagian lainnya adalah Arab, Belanda, Inggris, dan Pakistan. Wilayah yang ditempati oleh wong Using adalah Kabat, Rogojampi, Glagah, Kalipuro, Srono, Cluring, Giri, sebagian kota Banyuwangi, Gambiran, Singojuruh, sebagian Genteng, Licin (Wikipedia Indonesia, 2005).
Heterogenitas masyarakat yang menempati wilayah Banyuwangi memberikan pengaruh pada kehidupan sosial budaya masyarakat Using. Corak kehidupan mereka menjadi semakin variatif dan dinamis sehingga dinamika yang mengarah pada perubahan sosial akan selalu terjadi. Perubahan sosial merupakan perubahan penting dalam struktur sosial, yakni perubahan pola-pola dan interaksi sosial (Lauer, 1989:4), yang dalam hal ini juga berarti perubahan dalam norma, nilai, dan fenomena kultural (periksa Suparlan, 1985). Termasuk dalam perubahan sosial ini adalah perubahan kedudukan dan peran individu atau kelompok dalam struktur sosial. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap pola dan persepsi budaya masyarakat, termasuk kehidupan berkesenian.
Perubahan sosial di Kabupaten Banyuwangi didorong oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah pembangunan yang intensif, masuknya teknologi komunikasi dan informasi, dan kemudahan mengakses pendidikan formal. Faktor tersebut mengubah sikap sebagian besar masyarakat menjadi lebih rasional, objektif, dan modernis. Hal-hal yang tradisional dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tutur Using sering diabaikan (Kusnadi, 2002:11—13). Hal yang demikian ini akan berdampak negatif bagi pemertahanan dan perkembangan budaya etnik Using. Apalagi jika dalam perubahan sosial tersebut terjadi pergeseran peran dari masyarakat Using ke para pendatang baru, dapat dipastikan budaya etnik Using akan semakin terpinggirkan, dan lama-kelamaan kemungkinan akan terjadi kepunahan. Dengan kata lain, kebertahanan dan masa depan budaya etnik Using banyak ditentukan oleh dampak perubahan kedudukan dan peran sosial masyarakat Using dalam struktur sosial masyarakat di Banyuwangi.
Untuk mempertahankan budaya etnik Using, berbagai upaya telah dilakukan oleh warga masyarakat Using bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Upaya tersebut di antaranya adalah penerbitan (a) Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia, (b) Tata Bahasa Baku Bahasa Using, (c) Pedoman Umum Ejaan Bahasa using, dan (d) beberapa terbitan lain berbahasa Using, yang meliputi puisi, cerpen, majalah, dan sebagainya. Demikian pula, seminar ilmiah telah dilakukan dengan tujuan untuk mengokohkan status dan peran bahasa Using. Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi juga menerbitkan suatu kebijakan, yakni menjadikan bahasa Using sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah yang sebagian besar siswanya adalah wong Using.
Dalam pembinaan dan pemertahanan budaya, upaya lain yang dapat dilakukan adalah penggalian secara sungguh-sungguh terhadap potensi budaya daerah. Penggalian potensi budaya yang dimaksudkan dalam hal ini adalah upaya penemuan, pemerian, dan pendokumentasian khasanah budaya yang dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian budaya daerah. Kajian budaya dalam tuturan interaktif dalam komunikasi keseharian masyarakat Using memiliki potensi besar dalam mendukung pelestarian budaya Using. Kajian secara teoretis dan empiris terhadap tuturan tersebut akan menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi kajian budaya dan bahasa, pemerintah daerah, dan masyarakat tutur Using dalam mengokohkan eksistensi budaya etnik Using, terutama dalam pendokumentasian khasanah budaya, penentuan kebijakan pembelajaran bahasa dan budaya Using, dan sosialisasi serta penerbitan karya-karya yang berkaitan dengan budaya Using. Karena itu, penelitian yang berjudul Identifikasi Budaya Etnik Using dalam Tuturan Interaktif di Lingkungan Masyarakat Using Banyuwangi perlu dilakukan.
Berkaitan dengan perlunya kajian di atas, beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa terdapat hubungan yang erat antara variasi bahasa dengan ciri komunitas penuturnya, yakni penelitian Labov (1972) dan Trudgill (1983). Labov meneliti hubungan kelas sosial dengan variasi pelafalan “r”, sedangkan Trudgill meneliti hubungan kelas sosial dengan variasi pelafalan “ing” pada akhir kata kerja. Labov mengelompokan kelas sosial penutur didasarkan pada kriteria pendidikan, jabatan, dan hasil yang diperoleh, sedangkan Trudgill mengelompokkan informan penelitiannya berdasarkan pada penghasilan, pendidikan, pemilikan rumah, lokalitas, dan jabatan orang tuanya. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variasi bahasa yang digunakan penutur mengekspresikan kelas sosial penuturnya.
Dalam kaitannya dengan perlunya pengembangan keilmuan dan pelestarian budaya, beberapa kajian tentang budaya masyarakat tutur di Indonesia telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian yang dimaksud di antaranya adalah (a) penelitian tentang pola pikir masyarakat Jawa dalam karangan ekspositoris oleh Ngadiman (1998), (b) penelitian tentang hakikat tabu dalam masyarakat Dayak Kinayata oleh Regina (2003), dan (c) penelitian Irnawati (2002) tentang sikap penutur Jawa terhadap bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia di Sitiung I. Secara umum, penelitian-penelitian tersebut berupaya memerikan ciri budaya dari etnik yang dijadikan subjek penelitiannya. Ciri budaya yang dimaksud meliputi pola pikir, sikap, dan nilai-nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh etnik tersebut.
Kajian terhadap budaya etnik Using pun telah banyak dilakukan. Penelitian Marwoto (1999) yang berjudul Kajian Hermeneutik Mantra Using Banyuwangi berusaha mengkaji jenis, fungsi, struktur, totalitas makna, dan religiusitas-moralitas mantra Using dalam konteks komunitas subkelompok etnik Using. Di samping itu, ada penelitian yang dilakukan Tim Peneliti Balai Kajian Jarahnitra Yogyakarta (2004) yang berjudul Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Using Banyuwangi. Penelitian tersebut mengkaji kearifan lokal masyarakat Using Banyuwangi, khususnya pengetahuan dan kearifan masyarakat Using terhadap kekayaan alam tempat tinggal dan kearifan dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Bertolak dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya hubungan antara variasi tuturan dan ciri komunitas penuturnya telah dibahas dalam berbagai kajian. Demikian juga, penelitian tentang budaya, termasuk budaya etnik Using, telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Namun, penelitian-penelitian di atas berbeda dengan penelitian ini, terutama mengenai fokus yang dikaji, subjek dan objek yang diteliti, ataupun ancangan teori dan metode kajiannya. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini termasuk penelitian baru yang layak dilakukan.

0 komentar: